8 Jenis Penyakit Herpes (Penyebab, Gejala & Pengobatannya)
Herpes adalah suatu penyakit pada kulit tubuh yang diakibatkan serangan virus herpes. Nama virusnya dikenal dengan istilah HHV (Human Herpes Virus).
Herpes juga tergolong dalam penyakit menular seksual (PMS). Penyakit ini bisa menular melalui media mulut, vagina, dan kulit yang luka. Virus pada herpes bisa timbul dan hilang pada waktu tertentu.
Virus herpes ini memiliki banyak jenis (tipe) yaitu HHV1-HHV8. Pada masing-masing tipe virus menyebabkan penyakit kulit herpes yang berbeda.
Terdapat beberapa jenis penyakit herpes sesuai dengan penyebabnya, berikut di bawah ini penjelasannya:
HHV-1 (Herpes Liabialis)
Human Herpes Virus 1 (HHV1) juga sering disebut dengan nama virus herpes simplex 1 (HSV1). Herpes liabialis menyerang area mulut, hidung dan area pinggang ke atas.
Photo credit: Wikimedia.org
Penularannya bisa terjadi dari adanya kontak fisik secara langsung pada penderita. Selain itu, penularan juga bisa terjadi dari kontak dengan benda-benda yang pernah dipegang penderita, seperti handuk, peralatan makan, pisau cukur dan semacamnya.
Gejala Herpes liabialis yaitu:
Selain itu HHV 1 juga menimbulkan gejala berupa ruam, kemerahan, lepuh, hingga sensasi terbakar. HHV1 dapat berkembang dari kontak kulit ke kulit.
Belum ditemukan cara memusnahkan virus herpes sepenuhnya dari tubuh. Pengobatan biasanya dilakukan dengan menggunakan obat antiviral yang bertujuan umum untuk mengcegah replikasi atau perkembangan virus, mengurangi dampak, serta menurunkan kemungkinan penularan ke orang lain.
Penanganan herpes labialis harus dilakukan dengan segera sebelum semakin memburuk dan menular. HHV1 bisa sangat menular, terutama ketika lepuh mengalirkan cairan. Tapi, virus tidak selalu menimbulkan luka.
Virus dapat lebih aktif dan berkembang karena beberapa penyebab seperti sering stres, sering terkena paparan sinar matahari langsung, sering lelah, menurunnya sistem kekebalan tubuh, perubahan hormonal (khususnya ketika menstruasi), dan trauma pada kulit
Penyakit herpes labialis bisa menyebabkan kesemutan maupun sensasi terbakar di area sekitar bibir atau hidung, kondisi ini terjadi 1-2 hari sebelum lepuh meletus.
Luka biasanya dapat hilang dengan sendirinya dalam waktu seminggu atau lebih, namun Anda hendaknya tetap melakukan pengobatan.
Herpes juga tergolong dalam penyakit menular seksual (PMS). Penyakit ini bisa menular melalui media mulut, vagina, dan kulit yang luka. Virus pada herpes bisa timbul dan hilang pada waktu tertentu.
Virus herpes ini memiliki banyak jenis (tipe) yaitu HHV1-HHV8. Pada masing-masing tipe virus menyebabkan penyakit kulit herpes yang berbeda.
Terdapat beberapa jenis penyakit herpes sesuai dengan penyebabnya, berikut di bawah ini penjelasannya:
HHV-1 (Herpes Liabialis)
Human Herpes Virus 1 (HHV1) juga sering disebut dengan nama virus herpes simplex 1 (HSV1). Herpes liabialis menyerang area mulut, hidung dan area pinggang ke atas.
Photo credit: Wikimedia.org
Penularannya bisa terjadi dari adanya kontak fisik secara langsung pada penderita. Selain itu, penularan juga bisa terjadi dari kontak dengan benda-benda yang pernah dipegang penderita, seperti handuk, peralatan makan, pisau cukur dan semacamnya.
Gejala Herpes liabialis yaitu:
- Rasa gatal pada mulut
- Rasa kesemutan
- Munculnya lepuhan kecil pada area sekitar hidung, mulut, atau area lain di wajah. Nantinya lepuhan akan mengering, dan dalam waktu 8-10 hari sembuh dengan sendirinya.
Selain itu HHV 1 juga menimbulkan gejala berupa ruam, kemerahan, lepuh, hingga sensasi terbakar. HHV1 dapat berkembang dari kontak kulit ke kulit.
Belum ditemukan cara memusnahkan virus herpes sepenuhnya dari tubuh. Pengobatan biasanya dilakukan dengan menggunakan obat antiviral yang bertujuan umum untuk mengcegah replikasi atau perkembangan virus, mengurangi dampak, serta menurunkan kemungkinan penularan ke orang lain.
Penanganan herpes labialis harus dilakukan dengan segera sebelum semakin memburuk dan menular. HHV1 bisa sangat menular, terutama ketika lepuh mengalirkan cairan. Tapi, virus tidak selalu menimbulkan luka.
Virus dapat lebih aktif dan berkembang karena beberapa penyebab seperti sering stres, sering terkena paparan sinar matahari langsung, sering lelah, menurunnya sistem kekebalan tubuh, perubahan hormonal (khususnya ketika menstruasi), dan trauma pada kulit
Penyakit herpes labialis bisa menyebabkan kesemutan maupun sensasi terbakar di area sekitar bibir atau hidung, kondisi ini terjadi 1-2 hari sebelum lepuh meletus.
Luka biasanya dapat hilang dengan sendirinya dalam waktu seminggu atau lebih, namun Anda hendaknya tetap melakukan pengobatan.
Pada artikel berjudul Recurrent Herpes Simplex Labialis (Healthline.com) menjelaskan tentang gejala herpes labialis, lepuh mungkin muncul di area sekitar mulut dalam 1-3 minggu setelah kontak pertama Anda dengan virus.
Mengenai diagnosa, dokter biasanya akan memeriksa lecet dan luka di wajah Anda. Mereka mungkin juga mengirimkan sampel blister ke laboratorium untuk menguji HSV-1 secara khusus.
Mengenai komplikasi, herpes labialis bisa berbahaya jika lepuh atau luka terjadi di dekat mata. Selain itu, penyebaran virus berpotensi ke bagian kulit lainnya.
Pengobatan
HSV-1 bisa tetap berada di tubuh selamanya, bahkan jika Anda tidak mengalami gejalanya secara berulang. Gejala berulang biasanya hilang dalam 1-2 minggu tanpa pengobatan apapun. Lepuh biasanya akan menjadi kerak sebelum menghilang.
Untuk perawatan di rumah, Anda bisa menerapkan es ataupun kain hangat ke wajah untuk meredakan rasa sakit. Beberapa orang memilih menggunakan krim kulit, tapi krim ini biasanya hanya berguna untuk memperpendek gejala kambuh satu atau dua hari.
Dokter mungkin meresepkan obat antiviral oral untuk melawan virus, seperti:
Obat ini bekerja lebih baik apabila Anda menggunakannya saat baru saja mengalami tanda-tanda awal dari mulut yang sakit, seperti kesemutan di bibir, dan sebelum lecet muncul.
Untuk kasus herpes labialis berulang yang sering menyerang mulut, dokter Anda mungkin menyarankan untuk menggunakan obat ini setiap saat.
Mencegah Penyebaran Herpes:
Gejala biasanya hilang dalam 1-2 minggu, tapi sakit bisa berpotensi kembali berulang. Tingkat keparahan luka biasanya berkurang saat seseorang bertambah tua.
Infeksi di dekat mata dan mereka yang mengalami masalah kekebalan tubuh, tampaknya perlu menemui dokter.
Mengenai diagnosa, dokter biasanya akan memeriksa lecet dan luka di wajah Anda. Mereka mungkin juga mengirimkan sampel blister ke laboratorium untuk menguji HSV-1 secara khusus.
Mengenai komplikasi, herpes labialis bisa berbahaya jika lepuh atau luka terjadi di dekat mata. Selain itu, penyebaran virus berpotensi ke bagian kulit lainnya.
Pengobatan
HSV-1 bisa tetap berada di tubuh selamanya, bahkan jika Anda tidak mengalami gejalanya secara berulang. Gejala berulang biasanya hilang dalam 1-2 minggu tanpa pengobatan apapun. Lepuh biasanya akan menjadi kerak sebelum menghilang.
Untuk perawatan di rumah, Anda bisa menerapkan es ataupun kain hangat ke wajah untuk meredakan rasa sakit. Beberapa orang memilih menggunakan krim kulit, tapi krim ini biasanya hanya berguna untuk memperpendek gejala kambuh satu atau dua hari.
Dokter mungkin meresepkan obat antiviral oral untuk melawan virus, seperti:
- Acyclovir
- Famciclovir
- Valacyclovir
Obat ini bekerja lebih baik apabila Anda menggunakannya saat baru saja mengalami tanda-tanda awal dari mulut yang sakit, seperti kesemutan di bibir, dan sebelum lecet muncul.
Untuk kasus herpes labialis berulang yang sering menyerang mulut, dokter Anda mungkin menyarankan untuk menggunakan obat ini setiap saat.
Mencegah Penyebaran Herpes:
- Cucilah semua barang yang pernah kontak dengan luka yang terinfeksi, seperti handuk. Cuci handuk dalam air panas.
- Jangan berbagi peralatan makanan atau barang pribadi lainnya dengan orang lain (yang terkena herpes).
- Jangan berbagi krim kulit dengan siapa saja.
- Agar virus tidak menyebar ke bagian tubuh lainnya, jangan sentuh lecet atau luka. Jika Anda terlanjur melakukannya maka segera cuci tangan dengan sabun dan air.
Gejala biasanya hilang dalam 1-2 minggu, tapi sakit bisa berpotensi kembali berulang. Tingkat keparahan luka biasanya berkurang saat seseorang bertambah tua.
Infeksi di dekat mata dan mereka yang mengalami masalah kekebalan tubuh, tampaknya perlu menemui dokter.
HHV-2 (Herpes Genital)
Human Herpes Virus 2 (HHV2) menyebabkan penyakit herpes genital, ini termasuk penyakit menular seksual yang dapat menginfeksi. Selain itu dapat menginfeksi kulit bagian wajah.
Herpes Genital | Photo credit: Blog.james-stones.me.uk
Seperti halnya HHV1, infeksi HHV2 dapat menular dan menyebar dengan melalui kontak kulit. Umumnya penularan HHV2 melalui kontak seksual, virus ini tidak dapat bertahan lama di luar tubuh manusia
Herpes genital umumnya dijumpai pada bagian alat kelamin, anus dan selangkangan.
Gejala Herpes Genital (HHV2):
Biasanya gejala herpes genital bisa didiagnosis sendiri, dengan merasakan adanya rasa nyeri, gatal, dan luka kecil yang muncul lebih dulu. Lalu membentuk bisul dan koreng. Setelah infeksi awal, herpes genital kemudian menjadi tidak aktif di dalam tubuh, tapi gejala bisa berpotensi kambuh dalam jangka panjang.
Pengobatan Herpes Genital
Untuk bisa mengurangi infeksi herpes genital maka biasanya dokter memberikan obat-obatan antivirus seperti asiklovir, famsiklovir, dan valasisklovir. Fungsi dari obat-obatan ini untuk mencegah perkembangan virus herpes genital, namun tidak dapat membasmi virus dari dalam tubuh hingga 100%.
Dokter juga kemungkinan menyarankan pasien untuk meredakan penyakit dengan cara perawatan mandiri di rumah berupa:
Dokter spesialis biasanya akan memberikan antivirus dengan dosis lebih tinggi dalam menangani herpes genital pada penderita HIV.
Selain itu, banyak penderita HIV yang terkena HSV yang kebal terhadap obat antivirus standar. Sehingga pasien tersebut mungkin akan diresepkan jenis obat antivirus yang lebih baru.
HHV-3 (Herpes Zoster)
Human Herpes Virus 3 (HHV3) disebut juga dengan nama virus varicella-zoster. Itu merupakan jenis virus herpes yang mengakibatkan penyakit kulit cacar.
Photo credit: Wikimedia.org
Virus tersebut tidak bisa hilang 100% dari dalam tubuh. Ketika kondisi daya tahan tubuh lemah yang disertai kondisi stres, maka virus Varicella zoster yang berdiam di dalam sel bisa “bangkit” kembali dan menyerang tubuh.
Penularan Herpes zoster bisa melalui cairan yang dikeluarkan oleh penderita saat bersin, batuk, ataupun kontak langsung dengan penderita.
Herpes zoster menimbulkan ruam yang terasa nyeri. Nyeri berpotensi bisa terus ada bahkan setelah ruam hilang (ini disebut postherpetic neuralgia).
Penderita herpes zoster kemungkinan mengalami gejala nyeri kulit, lepuh, kemerahan, rasa kesemutan atau sangat sensitif, gatal, hingga sensasi terbakar
Herpes zoster berkembang di satu sisi wajah atau tubuh. Ruam terdiri dari lecet yang biasanya mulai hilang dalam 7-10 hari. Sebelum ruam berkembang, penderita mengalami rasa sakit, gatal, atau kesemutan di area ruam akan berkembang.
Ruam terjadi dalam satu garis di sekitar sisi kiri atau kanan tubuh. Dalam kasus lain, ruam terjadi di satu sisi wajah. Herpes zoster dapat mempengaruhi mata dan menyebabkan hilangnya penglihatan.
Photo credit: Cdc.gov
Gejala lain dari herpes zoster bisa termasuk demam, panas dingin, sakit kepala, dan sakit perut
Pada artikel berjudul Prevention & Treatment Shingles / Herpes Zoster (Cdc.gov) menyebutkan tentang pengobatan herpes zoster. Beberapa obat antiviral seperti acyclovir, valasiklovir, dan famciclovir tersedia untuk mengobati herpes zoster, mengurangi lamanya dan tingkat keparahan penyakit.
Orang yang terkena herpes zoster harus minum obat sesegera mungkin. Analgesik (obat nyeri) juga dapat membantu meringankan rasa sakit yang disebabkan oleh herpes zoster.
HHV-4 (Mononucleosis)
Human Herpes Virus 4 (HHV4) disebut juga dengan nama Epstein-Barr Virus (EBV), ini menjadi penyebab utama terjadinya infeksi mononucleosis (kissing disease). Infeksi dapat menular melalui air liur, sehingga virus ini bisa menular akibat berciuman.
Virus juga dapat menular melaui batuk, bersin, ataupun berbagi peralatan makan dengan penderita. Gejala penyakit mononucleosis yaitu:
Pada laman Epstein-Barr Virus Infection Symptoms, Tests & Treatment (Emedicinehealth.com) menyebutkan bahwa virus ini pertama kali ditemukan pada tahun 1964 saat Sir Michael Anthony Epstein dan Ibu Yvonne Barr menemukannya di jalur sel limfoma Burkitt.
Pada tahun 1968, virus tersebut dikaitkan dengan penyakit menular mononukleosis. Infeksi virus Epstein-Barr (EBV) juga berkaitan dengan gejala demam, sakit tenggorokan, kelenjar getah bening bengkak di leher, dan terkadang pembesaran limpa.
EBV dapat menyebabkan mononucleosis, tapi tidak semua orang yang terinfeksi virus tersebut mengalami mononucleosis. Sel darah putih yang disebut sel B adalah target utama infeksi EBV.
Mononucleosis akut menyebabkan sakit tenggorokan, demam, tubuh selalu lelah, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Sejumlah kecil orang yang terinfeksi mengalami komplikasi neurologis, ini termasuk radang otak (ensefalitis) dan lapisan otak (meningitis). Selain itu, infeksi pada sumsum tulang belakang dapat terjadi, walaupun kecil resikonya.
Mayoritas pasien yang terkena masalah komplikasi neurologis dapat sembuh total. Jarang menjalar ke organ lain seperti paru-paru atau jantung.
Mononucleosis juga menyebabkan kelelahan, yang terkadang bisa berlangsung selama berminggu-minggu atau bahkan lebih lama.
Jika Ibu hamil terinfeksi, sangat jarang janin ikut terinfeksi EBV. Bahkan di kalangan Ibu hamil yang terinfeksi EBV, tidak ada dokumentasi yang melaporkan kasus cacat lahir.
EBV juga dikaitkan dengan beberapa penyakit autoimun seperti tiroiditis autoimun, lupus eritematosus sistemik, multiple sclerosis, rheumatoid arthritis (RA), hepatitis autoimun, sindrom Sjögren, dll.
Kapan Harus Mencari Perawatan Medis Jika Terinfeksi Virus Epstein-Barr?
Virus Epstein-Barr menyebabkan mononucleosis pada sebagian besar kasus. Gejala ringan infeksi EBV bisa diobati di rumah. Temui dokter jika Anda mengalami:
Jika gejala EBV menjadi kronis, Anda mungkin dirujuk ke spesialis penyakit menular atau ahli imunologi. Anda mungkin perlu menemui ahli saraf untuk mengatasi komplikasi neurologis akibat serangan EBV.
Jika limpa membesar, seseorang umumnya dirujuk ke ahli hematologi, dan jika EBV menyebabkan kanker maka akan dirujuk ke ahli onkologi.
Pengobatan Infeksi Virus Epstein-Barr
Pada dasarnya, tidak ada obat khusus untuk mengobati mononucleosis. Beberapa dokter menggunakan kortikosteroid untuk mengobati pembengkakan yang terjadi di tenggorokan, atau untuk mengobati pembesaran limpa, adapun steroid tidak dibutuhkan pada umumnya penderita.
Obat antiviral kemungkinan diresepkan untuk OHL (oral hairy leukoplakia) seperti acyclovir (Zovirax), ganciclovir (Cytovene), and foscarnet (Foscavir).
Istirahat yang cukup, memenuhi kebutuhan cairan tubuh (utamanya air putih), dan obat peredam demam kemungkinan akan direkomendasikan oleh dokter untuk penderita mononukleosis.
Anda harus menghindari trauma (benturan keras) pada limpa, misalnya seperti olahraga kontak. Trauma pada limpa harus dihindari setidaknya selama satu bulan, atau hingga limpa tidak lagi membesar.
Hampir semua orang yang terinfeksi EBV dapat sembuh dalam waktu 1-3 bulan.
Orang yang terkena mononucleosis hendaknya menahan diri untuk tidak menyumbangkan darah sampai setidaknya enam bulan setelah dirinya sembuh.
HHV-5 (Cytomegalovirus)
Human Herpes Virus 5 (HHV5) disebut juga sebagai Cytomegalovirus (CMV). Ini sebenarnya jenis herpes yang tidak berbahaya, hanya saja jika keadaan sistem kekebalan tubuh lemah maka dapat menyebabkan masalah pada penderitanya.
CMV bisa menular melalui hubungan seksual, pertukaran cairan tubuh, transfusi darah, dan transplantasi organ. Jika kondisi sistem kekebalan tubuh baik, maka penyakit herpes ini tidak menimbulkan gejala yang mengganggu.
Pada tulisan berjudul About Cytomegalovirus / CMV (Cdc.gov) menyebutkan bahwa kebanyakan orang yang terinfeksi CMV tidak menunjukkan gejala, hal itu karena sistem kekebalan tubuh yang baik membuat virus tidak menimbulkan penyakit.
Infeksi CMV bisa menyebabkan masalah kesehatan jika kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah.
Infeksi CMV pada orang sehat dapat menyebabkan penyakit ringan seperti demam, sakit tenggorokan, kelelahan, dan kelenjar membengkak.
Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah yang terkena CMV akan mengalami gejala yang lebih serius seperti gangguan paru-paru, hati, mata, kerongkongan, perut, dan usus.
CMV dapat menular melaui cairan tubuh seperti air kencing, air liur, darah, air mata, air mani, dan air susu ibu. Orang sehat yang terinfeksi CMV biasanya tidak memerlukan perawatan medis.
Dokter melakukan tes darah untuk mendiagnosa infeksi CMV pada orang yang telah memiliki gejalanya.
HHV-7 (Roseola pada Anak)
Human Herpes Virus 7 (HHV7) adalah infeksi penyakit herpes yang menyerang anak-anak usia 6 bulan sampai 3 tahun. Gejala penyakit roseola pada anak-anak yaitu:
Roseola infeksi virus yang menyerang bayi atau anak-anak, yang ditandai dengan munculnya gejala demam dan ruam merah muda di kulit.
Cara penularan infeksinya sama seperti cara penularan penyakit pilek, serta penularan melalui benda-benda yang telah terpapar virus tersebut.
Penyakit ini umumnya dapat sembuh dalam waktu satu minggu. Untuk pengobatannya, pada dasarnya tidak diperlukan pengobatan khusus dalam menangani roseola.
Ketika anak mulai mengalami demam, maka pastikan dirinya dapat beristirahat yang cukup dan juga nyaman, pastikan suhu ruangan tetap sejuk.
Apabila diperlukan (karena anak demam), Anda bisa melakukan kompres dahi. Jangan memakai air dingin karena bisa membuat anak menggigil. Selain itu, pastikan anak minum air putih yang cukup untuk mengindari dehidrasi.
Apabila demam membuat anak merasa sangat tidak nyaman, maka Anda bisa memberikan obat pereda nyeri seperti paracetamol atau ibuprofen.
Penderita perlu dibawa ke dokter apabila ruam belum hilang setelah 3 hari, mengalami demam sangat tinggi, dan demam tidak kunjung mereda.
Human Herpes Virus 2 (HHV2) menyebabkan penyakit herpes genital, ini termasuk penyakit menular seksual yang dapat menginfeksi. Selain itu dapat menginfeksi kulit bagian wajah.
Herpes Genital | Photo credit: Blog.james-stones.me.uk
Seperti halnya HHV1, infeksi HHV2 dapat menular dan menyebar dengan melalui kontak kulit. Umumnya penularan HHV2 melalui kontak seksual, virus ini tidak dapat bertahan lama di luar tubuh manusia
Herpes genital umumnya dijumpai pada bagian alat kelamin, anus dan selangkangan.
Gejala Herpes Genital (HHV2):
- Munculnya lecet ataupun lepuhan pada bagian sekitar kelamin dan anus.
- Lepuhan menyebabkan rasa gatal, juga bisa menimbulkan rasa perih.
- Luka atau lepuhan yang terbuka umumnya selama 1-4 hari, pada masa inilah herpes genital mudah menular.
- Termasuk gejala awalnya adalah timbulnya rasa panas (juga bisa gatal) pada bagian sekitar alat reproduksi setelah melakukan hubungan intim.
- Muncul rasa nyeri ketika buang air kecil, ini disebabkan kondisi lecet atau lepuhan pada area penis dan sekitarnya.
- Biasanya juga gejala pada tahap awal berupa munculnya flu, demam, nafsu makan menurun, sakit kepala, dan nyeri sendi (seringnya pada bagian punggung dan leher).
Biasanya gejala herpes genital bisa didiagnosis sendiri, dengan merasakan adanya rasa nyeri, gatal, dan luka kecil yang muncul lebih dulu. Lalu membentuk bisul dan koreng. Setelah infeksi awal, herpes genital kemudian menjadi tidak aktif di dalam tubuh, tapi gejala bisa berpotensi kambuh dalam jangka panjang.
Pengobatan Herpes Genital
Untuk bisa mengurangi infeksi herpes genital maka biasanya dokter memberikan obat-obatan antivirus seperti asiklovir, famsiklovir, dan valasisklovir. Fungsi dari obat-obatan ini untuk mencegah perkembangan virus herpes genital, namun tidak dapat membasmi virus dari dalam tubuh hingga 100%.
Dokter juga kemungkinan menyarankan pasien untuk meredakan penyakit dengan cara perawatan mandiri di rumah berupa:
- Membersihkan luka agar tidak menjad infeksi dan memaksimalkan proses penyembuhan.
- Membersihkan luka bisa dengan menggunakan air biasa atau air garam.
- Gunakan krim penghilang rasa sakit pada luka melepuh.
- Anda bisa meringankan rasa sakit dengan cara menutup luka menggunakan es batu yang dibalut kain bersih. Jangan menempelkan es secara langsung pada kulit.
- Perbanyak minum air putih, yang bermanfaat untuk memperkuat kekebalan tubuh dan mencegah rasa sakit saat buang air kecil.
- Kenakan pakaian yang longgar, hal ini penting untuk mencegah gesekan yang menimbulkan rasa sakit pada luka lepuh.
Dokter spesialis biasanya akan memberikan antivirus dengan dosis lebih tinggi dalam menangani herpes genital pada penderita HIV.
Selain itu, banyak penderita HIV yang terkena HSV yang kebal terhadap obat antivirus standar. Sehingga pasien tersebut mungkin akan diresepkan jenis obat antivirus yang lebih baru.
Pada artikel berjudul Genital Herpes - CDC Fact Sheet (Cdc.gov) memuat tanya-jawab tentang penyakit herpes genital, berikut di bawah ini:
Bagaimana dokter mengetahui apakah saya menderita herpes genital?
Penyedia layanan kesehatan mungkin mendiagnosis herpes genital dengan hanya melihat gejala Anda. Selain itu juga mungkin bisa mengambil sampel dan mengujinya.
Dalam situasi tertentu, tes darah dilakukan untuk mencari antibodi herpes. Bicaralah yang jujur dan terbuka dengan penyedia layanan kesehatan dan tanyakan apakah Anda harus menjalani tes herpes.
Dapatkah herpes disembuhkan?
Sayangnya tidak ada obat untuk menyembuhkan herpes sepenuhnya. Namun, ada obat yang bisa mencegah, meringankan ataupun mengurangi lamanya waktu sakit akibat herpes.
Apa yang terjadi jika penderita tidak diobati?
Genital herpes bisa menyebabkan luka genital, dan bisa sangat parah pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Jika menyentuh luka atau cairan dari luka, maka bisa menyebarkan herpes ke bagian lain dari tubuh Anda.
Hindari menyentuhnya, apabila Anda menyentuh luka atau cairan maka segera cuci tangan dengan air bersih untuk menghindari penyebaran infeksi.
Bagaimana dokter mengetahui apakah saya menderita herpes genital?
Penyedia layanan kesehatan mungkin mendiagnosis herpes genital dengan hanya melihat gejala Anda. Selain itu juga mungkin bisa mengambil sampel dan mengujinya.
Dalam situasi tertentu, tes darah dilakukan untuk mencari antibodi herpes. Bicaralah yang jujur dan terbuka dengan penyedia layanan kesehatan dan tanyakan apakah Anda harus menjalani tes herpes.
Dapatkah herpes disembuhkan?
Sayangnya tidak ada obat untuk menyembuhkan herpes sepenuhnya. Namun, ada obat yang bisa mencegah, meringankan ataupun mengurangi lamanya waktu sakit akibat herpes.
Apa yang terjadi jika penderita tidak diobati?
Genital herpes bisa menyebabkan luka genital, dan bisa sangat parah pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Jika menyentuh luka atau cairan dari luka, maka bisa menyebarkan herpes ke bagian lain dari tubuh Anda.
Hindari menyentuhnya, apabila Anda menyentuh luka atau cairan maka segera cuci tangan dengan air bersih untuk menghindari penyebaran infeksi.
Loading...
HHV-3 (Herpes Zoster)
Human Herpes Virus 3 (HHV3) disebut juga dengan nama virus varicella-zoster. Itu merupakan jenis virus herpes yang mengakibatkan penyakit kulit cacar.
Photo credit: Wikimedia.org
Virus tersebut tidak bisa hilang 100% dari dalam tubuh. Ketika kondisi daya tahan tubuh lemah yang disertai kondisi stres, maka virus Varicella zoster yang berdiam di dalam sel bisa “bangkit” kembali dan menyerang tubuh.
Penularan Herpes zoster bisa melalui cairan yang dikeluarkan oleh penderita saat bersin, batuk, ataupun kontak langsung dengan penderita.
Herpes zoster menimbulkan ruam yang terasa nyeri. Nyeri berpotensi bisa terus ada bahkan setelah ruam hilang (ini disebut postherpetic neuralgia).
Penderita herpes zoster kemungkinan mengalami gejala nyeri kulit, lepuh, kemerahan, rasa kesemutan atau sangat sensitif, gatal, hingga sensasi terbakar
Herpes zoster berkembang di satu sisi wajah atau tubuh. Ruam terdiri dari lecet yang biasanya mulai hilang dalam 7-10 hari. Sebelum ruam berkembang, penderita mengalami rasa sakit, gatal, atau kesemutan di area ruam akan berkembang.
Ruam terjadi dalam satu garis di sekitar sisi kiri atau kanan tubuh. Dalam kasus lain, ruam terjadi di satu sisi wajah. Herpes zoster dapat mempengaruhi mata dan menyebabkan hilangnya penglihatan.
Photo credit: Cdc.gov
Gejala lain dari herpes zoster bisa termasuk demam, panas dingin, sakit kepala, dan sakit perut
Pada artikel berjudul Prevention & Treatment Shingles / Herpes Zoster (Cdc.gov) menyebutkan tentang pengobatan herpes zoster. Beberapa obat antiviral seperti acyclovir, valasiklovir, dan famciclovir tersedia untuk mengobati herpes zoster, mengurangi lamanya dan tingkat keparahan penyakit.
Orang yang terkena herpes zoster harus minum obat sesegera mungkin. Analgesik (obat nyeri) juga dapat membantu meringankan rasa sakit yang disebabkan oleh herpes zoster.
HHV-4 (Mononucleosis)
Human Herpes Virus 4 (HHV4) disebut juga dengan nama Epstein-Barr Virus (EBV), ini menjadi penyebab utama terjadinya infeksi mononucleosis (kissing disease). Infeksi dapat menular melalui air liur, sehingga virus ini bisa menular akibat berciuman.
Virus juga dapat menular melaui batuk, bersin, ataupun berbagi peralatan makan dengan penderita. Gejala penyakit mononucleosis yaitu:
- Gejala umum berupa demam, nyeri otot, radang tenggorokan, kantuk, hilang nafsu makan, rasa gelisah, dan pembengkakan kelenjar tubuh.
- Gejala khusus berupa sakit kepala, sesak nafas, leher kaku, denyut jantung cepat, mimisan, sensitif terhadap cahaya, dan sakit kuning.
Pada laman Epstein-Barr Virus Infection Symptoms, Tests & Treatment (Emedicinehealth.com) menyebutkan bahwa virus ini pertama kali ditemukan pada tahun 1964 saat Sir Michael Anthony Epstein dan Ibu Yvonne Barr menemukannya di jalur sel limfoma Burkitt.
Pada tahun 1968, virus tersebut dikaitkan dengan penyakit menular mononukleosis. Infeksi virus Epstein-Barr (EBV) juga berkaitan dengan gejala demam, sakit tenggorokan, kelenjar getah bening bengkak di leher, dan terkadang pembesaran limpa.
EBV dapat menyebabkan mononucleosis, tapi tidak semua orang yang terinfeksi virus tersebut mengalami mononucleosis. Sel darah putih yang disebut sel B adalah target utama infeksi EBV.
Mononucleosis akut menyebabkan sakit tenggorokan, demam, tubuh selalu lelah, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Sejumlah kecil orang yang terinfeksi mengalami komplikasi neurologis, ini termasuk radang otak (ensefalitis) dan lapisan otak (meningitis). Selain itu, infeksi pada sumsum tulang belakang dapat terjadi, walaupun kecil resikonya.
Mayoritas pasien yang terkena masalah komplikasi neurologis dapat sembuh total. Jarang menjalar ke organ lain seperti paru-paru atau jantung.
Mononucleosis juga menyebabkan kelelahan, yang terkadang bisa berlangsung selama berminggu-minggu atau bahkan lebih lama.
Jika Ibu hamil terinfeksi, sangat jarang janin ikut terinfeksi EBV. Bahkan di kalangan Ibu hamil yang terinfeksi EBV, tidak ada dokumentasi yang melaporkan kasus cacat lahir.
EBV juga dikaitkan dengan beberapa penyakit autoimun seperti tiroiditis autoimun, lupus eritematosus sistemik, multiple sclerosis, rheumatoid arthritis (RA), hepatitis autoimun, sindrom Sjögren, dll.
Kapan Harus Mencari Perawatan Medis Jika Terinfeksi Virus Epstein-Barr?
Virus Epstein-Barr menyebabkan mononucleosis pada sebagian besar kasus. Gejala ringan infeksi EBV bisa diobati di rumah. Temui dokter jika Anda mengalami:
- Demam berkepanjangan
- Sakit perut
- Sakit kepala yang parah
- Kesulitan bernapas
- Sakit kuning (perubahan warna kuning pada kulit atau mata)
Jika gejala EBV menjadi kronis, Anda mungkin dirujuk ke spesialis penyakit menular atau ahli imunologi. Anda mungkin perlu menemui ahli saraf untuk mengatasi komplikasi neurologis akibat serangan EBV.
Jika limpa membesar, seseorang umumnya dirujuk ke ahli hematologi, dan jika EBV menyebabkan kanker maka akan dirujuk ke ahli onkologi.
Pengobatan Infeksi Virus Epstein-Barr
Pada dasarnya, tidak ada obat khusus untuk mengobati mononucleosis. Beberapa dokter menggunakan kortikosteroid untuk mengobati pembengkakan yang terjadi di tenggorokan, atau untuk mengobati pembesaran limpa, adapun steroid tidak dibutuhkan pada umumnya penderita.
Obat antiviral kemungkinan diresepkan untuk OHL (oral hairy leukoplakia) seperti acyclovir (Zovirax), ganciclovir (Cytovene), and foscarnet (Foscavir).
Penyakit Oral Hairy Leukoplakia adalah kondisi terjadinya lesi pada lidah. Terkadang pasien mengalami nyeri pada lesi. Risiko mengalami OHL ini bisa meningkat pada mereka yang mengalami HIV.
Tapi bukan berarti semua pasien yang mengalami OHL ini adalah penderita HIV. Munculnya penyakit OHL biasanya karena sistem kekebalan tubuh yang melemah. Penanganan OHL umumnya dengan menggunakan obat-obatan antivirus seperti acyclovir.
Selain itu, mungkin akan diperlukan podofilin yaitu zat untuk mengelentekan OHL ini.
Tapi bukan berarti semua pasien yang mengalami OHL ini adalah penderita HIV. Munculnya penyakit OHL biasanya karena sistem kekebalan tubuh yang melemah. Penanganan OHL umumnya dengan menggunakan obat-obatan antivirus seperti acyclovir.
Selain itu, mungkin akan diperlukan podofilin yaitu zat untuk mengelentekan OHL ini.
Istirahat yang cukup, memenuhi kebutuhan cairan tubuh (utamanya air putih), dan obat peredam demam kemungkinan akan direkomendasikan oleh dokter untuk penderita mononukleosis.
Anda harus menghindari trauma (benturan keras) pada limpa, misalnya seperti olahraga kontak. Trauma pada limpa harus dihindari setidaknya selama satu bulan, atau hingga limpa tidak lagi membesar.
Hampir semua orang yang terinfeksi EBV dapat sembuh dalam waktu 1-3 bulan.
Orang yang terkena mononucleosis hendaknya menahan diri untuk tidak menyumbangkan darah sampai setidaknya enam bulan setelah dirinya sembuh.
HHV-5 (Cytomegalovirus)
Human Herpes Virus 5 (HHV5) disebut juga sebagai Cytomegalovirus (CMV). Ini sebenarnya jenis herpes yang tidak berbahaya, hanya saja jika keadaan sistem kekebalan tubuh lemah maka dapat menyebabkan masalah pada penderitanya.
CMV bisa menular melalui hubungan seksual, pertukaran cairan tubuh, transfusi darah, dan transplantasi organ. Jika kondisi sistem kekebalan tubuh baik, maka penyakit herpes ini tidak menimbulkan gejala yang mengganggu.
Pada tulisan berjudul About Cytomegalovirus / CMV (Cdc.gov) menyebutkan bahwa kebanyakan orang yang terinfeksi CMV tidak menunjukkan gejala, hal itu karena sistem kekebalan tubuh yang baik membuat virus tidak menimbulkan penyakit.
Infeksi CMV bisa menyebabkan masalah kesehatan jika kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah.
Infeksi CMV pada orang sehat dapat menyebabkan penyakit ringan seperti demam, sakit tenggorokan, kelelahan, dan kelenjar membengkak.
Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah yang terkena CMV akan mengalami gejala yang lebih serius seperti gangguan paru-paru, hati, mata, kerongkongan, perut, dan usus.
CMV dapat menular melaui cairan tubuh seperti air kencing, air liur, darah, air mata, air mani, dan air susu ibu. Orang sehat yang terinfeksi CMV biasanya tidak memerlukan perawatan medis.
Dokter melakukan tes darah untuk mendiagnosa infeksi CMV pada orang yang telah memiliki gejalanya.
Pada artikel berjudul Cytomegalovirus / CMV Infection (Medicinenet.com) menyebutkan bahwa pengobatan untuk infeksi CMV pada dasarnya tidak diperlukan pada anak-anak dan orang dewasa yang sehat.
Adapun orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah yang terkena infeksi CMV umumnya diberikan obat antivirus.
Gansiklovir (Cytovene) adalah obat antiviral pertama yang disetujui untuk pengobatan infeksi CMV. Efek sampingnya seperti demam, ruam, diare, anemia, dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit.
Valganciclovir (Valcyte) adalah obat oral yang banyak digunakan untuk mencegah infeksi CMV (profilaksis). Penggunaannya sama efektifnya dengan gansiklovir dalam kasus yang lebih ringan.
Foscarnet (Foscavir) aktif melawan CMV dengan mekanisme yang berbeda dari gansiklovir, digunakan untuk mengobati infeksi dengan CMV yang resisten terhadap gansiklovir. Dapat dikatakan ini merupakan pengobatan cadangan untuk pasien yang tidak mentolerir pengobatan gansiklovir.
Cidofovir (Vistide) sebagai alternatif untuk pasien yang gagal dalam pengobatan gansiklovir dan foscarnet. Penggunaannya terbatas karena menyebabkan toksisitas pada ginjal.
Hal lainnya, tidak ada pengobatan rumahan (tradisional) yang terbukti efektif dalam mengobati infeksi CMV.
Adapun orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah yang terkena infeksi CMV umumnya diberikan obat antivirus.
Gansiklovir (Cytovene) adalah obat antiviral pertama yang disetujui untuk pengobatan infeksi CMV. Efek sampingnya seperti demam, ruam, diare, anemia, dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit.
Valganciclovir (Valcyte) adalah obat oral yang banyak digunakan untuk mencegah infeksi CMV (profilaksis). Penggunaannya sama efektifnya dengan gansiklovir dalam kasus yang lebih ringan.
Foscarnet (Foscavir) aktif melawan CMV dengan mekanisme yang berbeda dari gansiklovir, digunakan untuk mengobati infeksi dengan CMV yang resisten terhadap gansiklovir. Dapat dikatakan ini merupakan pengobatan cadangan untuk pasien yang tidak mentolerir pengobatan gansiklovir.
Cidofovir (Vistide) sebagai alternatif untuk pasien yang gagal dalam pengobatan gansiklovir dan foscarnet. Penggunaannya terbatas karena menyebabkan toksisitas pada ginjal.
Hal lainnya, tidak ada pengobatan rumahan (tradisional) yang terbukti efektif dalam mengobati infeksi CMV.
HHV-6 (Roseola Infantum)
Human Herpes Virus 6 (HHV6) yang juga disebut dengan Roseola Infantum, merupakan infeksi penyakit herpes yang umumnya menyerang bayi usia 6-15 bulan. Penularannya bisa terjadi melalui air liur penderita. Gejalanya berupa:
Dari laman Medscape.com menyebutkan bahwa HHV-6 terdiri dari 2 bentuk, A dan B. Pada tahun 2012, HHV-6A dan HHV-6B secara resmi dianggap spesies yang berbeda daripada varian dari 1 spesies.
HHV-6B menyebabkan penyakit anak-anak roseola infantum. Manifestasi khusus infeksi HHV-6A masih belum terdefinisi.
Infeksi primer HHV-6B biasanya terjadi pada bayi, menimbulkan gejala demam pada anak usia 6-24 bulan. Pada pasien yang terinfeksi HIV, infeksi HHV-6 bisa bresiko mempercepat perkembangan AIDS.
Tidak ada pengobatan khusus untuk infeksi HHV-6 yang telah ditetapkan. Pengobatan bervariasi sesuai dengan kondisi dari penderita. Dalam beberapa kasus, bayi penderita memerlukan rawat inap.
Antiviral seperti gansiklovir dan foscarnet telah disarankan untuk pengobatan dalam kondisi akut, namun belum ada bukti ilmiahnya. Selain itu, belum ada vaksin untuk virus ini.
Human Herpes Virus 6 (HHV6) yang juga disebut dengan Roseola Infantum, merupakan infeksi penyakit herpes yang umumnya menyerang bayi usia 6-15 bulan. Penularannya bisa terjadi melalui air liur penderita. Gejalanya berupa:
- Demam tinggi selama 3-5 hari. Dalam beberapa kasus bisa menimbulkan kejang pada bayi (akibat demam tinggi).
- Timbul bintik merah pada kulit bayi setelah demam turun.
- Timbul pembengkakan kelenjar di bagian depan atau belakang leher, juga bisa disertai dengan kelopak mata bengkak dan hidung meler.
- Diare ringan.
Dari laman Medscape.com menyebutkan bahwa HHV-6 terdiri dari 2 bentuk, A dan B. Pada tahun 2012, HHV-6A dan HHV-6B secara resmi dianggap spesies yang berbeda daripada varian dari 1 spesies.
HHV-6B menyebabkan penyakit anak-anak roseola infantum. Manifestasi khusus infeksi HHV-6A masih belum terdefinisi.
Infeksi primer HHV-6B biasanya terjadi pada bayi, menimbulkan gejala demam pada anak usia 6-24 bulan. Pada pasien yang terinfeksi HIV, infeksi HHV-6 bisa bresiko mempercepat perkembangan AIDS.
Tidak ada pengobatan khusus untuk infeksi HHV-6 yang telah ditetapkan. Pengobatan bervariasi sesuai dengan kondisi dari penderita. Dalam beberapa kasus, bayi penderita memerlukan rawat inap.
Antiviral seperti gansiklovir dan foscarnet telah disarankan untuk pengobatan dalam kondisi akut, namun belum ada bukti ilmiahnya. Selain itu, belum ada vaksin untuk virus ini.
Pada artikel berjudul Human Herpesvirus 6 Infection Treatment & Management (Medscape.com) menyebutkan bahwa pengobatan infeksi herpesvirus 6 (HHV-6) bervariasi sesuai dengan kondisi klinis yang ada.
Pengobatan biasanya tidak perlu untuk infeksi primer. Pada bayi yang terkena roseola infantum, pengobatan bersifat suportif.
Adapun bayi yang mengalami kejang maupun demam umumnya harus dirawat di rumah sakit. Secara keseluruhan, sekitar 13% bayi yang terkena infeksi akut HHV-6 memerlukan rawat inap.
Pengobatan khusus untuk infeksi HHV-6 akut masih dalam penelitian. Beberapa ahli merekomendasikan gansiklovir dan foscarnet pada kondisi yang berat.
Perlu diketahui infeksi HHV-6 belum dapat dicegah dan belum ada vaksinnya. Pastikan istirahat yang cukup pada Anak-anak yang terkena roseola.
Pengobatan biasanya tidak perlu untuk infeksi primer. Pada bayi yang terkena roseola infantum, pengobatan bersifat suportif.
Adapun bayi yang mengalami kejang maupun demam umumnya harus dirawat di rumah sakit. Secara keseluruhan, sekitar 13% bayi yang terkena infeksi akut HHV-6 memerlukan rawat inap.
Pengobatan khusus untuk infeksi HHV-6 akut masih dalam penelitian. Beberapa ahli merekomendasikan gansiklovir dan foscarnet pada kondisi yang berat.
Perlu diketahui infeksi HHV-6 belum dapat dicegah dan belum ada vaksinnya. Pastikan istirahat yang cukup pada Anak-anak yang terkena roseola.
loading...
HHV-7 (Roseola pada Anak)
Human Herpes Virus 7 (HHV7) adalah infeksi penyakit herpes yang menyerang anak-anak usia 6 bulan sampai 3 tahun. Gejala penyakit roseola pada anak-anak yaitu:
- Adanya penurunan pada nafsu makan anak.
- Demam tinggi dan gejala flu ringan, umumnya berlangsung 5-7 hari.
- Anak menjadi sering rewel.
- Setelah demam mereda, lalu akan timbul ruam berwarna merah muda. Ruam tersebut dapat muncul pada semua bagian tubuh anak.
- Ketika disentuh, ruam tersebut berubah warna menjadi cenderung putih.
Roseola infeksi virus yang menyerang bayi atau anak-anak, yang ditandai dengan munculnya gejala demam dan ruam merah muda di kulit.
Cara penularan infeksinya sama seperti cara penularan penyakit pilek, serta penularan melalui benda-benda yang telah terpapar virus tersebut.
Penyakit ini umumnya dapat sembuh dalam waktu satu minggu. Untuk pengobatannya, pada dasarnya tidak diperlukan pengobatan khusus dalam menangani roseola.
Ketika anak mulai mengalami demam, maka pastikan dirinya dapat beristirahat yang cukup dan juga nyaman, pastikan suhu ruangan tetap sejuk.
Apabila diperlukan (karena anak demam), Anda bisa melakukan kompres dahi. Jangan memakai air dingin karena bisa membuat anak menggigil. Selain itu, pastikan anak minum air putih yang cukup untuk mengindari dehidrasi.
Apabila demam membuat anak merasa sangat tidak nyaman, maka Anda bisa memberikan obat pereda nyeri seperti paracetamol atau ibuprofen.
Penderita perlu dibawa ke dokter apabila ruam belum hilang setelah 3 hari, mengalami demam sangat tinggi, dan demam tidak kunjung mereda.
HHV-8 (Sarkoma Kaposi)
Human Herpes Virus 8 (HHV8) merupakan jenis herpes yang bisa menyebabkan pembentukan tumor pada penderita AIDS. Hal ini sering dinamai dengan Sarkoma Kaposi.
Photo credit: Wikipedia.org
HHV8 bisa menyebabkan kanker lainnya yang berhubungan dengan AIDS. Infeksi dapat menyebar pada bagian kulit, saluran pernafasan, mulut, dan saluran pencernaan.
Gejala penyakit sarkoma kaposi:
Sarkoma Kaposi muncul akibat infeksi virus, dampaknya berupa resiko penyakit kanker atau tumor.
Penderita HIV yang terserang sarkoma kaposi akan diberi pengobatan untuk mencegah virus berlipat ganda dan juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dengan baiknya sistem kekebalan tubuh maka akan dapat menekan jumlah HHV-8 di dalam tubuh.
Jika kondisi penyakit sarkoma tidak banyak jumlahnya, dan ukurannya masih kecil maka beberapa prosedur medis yang mungkin dilakukan dokter, yaitu:
Penderita hendaknya pergi ke dokter untuk berkonsultasi lebih lanjut tentang penyakit sarkoma Kaposi ini.
Human Herpes Virus 8 (HHV8) merupakan jenis herpes yang bisa menyebabkan pembentukan tumor pada penderita AIDS. Hal ini sering dinamai dengan Sarkoma Kaposi.
Photo credit: Wikipedia.org
HHV8 bisa menyebabkan kanker lainnya yang berhubungan dengan AIDS. Infeksi dapat menyebar pada bagian kulit, saluran pernafasan, mulut, dan saluran pencernaan.
Gejala penyakit sarkoma kaposi:
- Pada kulit muncul bintik (atau bisul) yang berwarna merah, hitam, ungu ataupun coklat. Bintik tersebut muncul di bagian kulit wajah, mulut, alat kelamin dan telapak kaki.
- Adapun bintik pada bagian telapak kaki terkadang berbentuk plak.
- Timbul sesak nafas, demam, batuk (terkadang batuk darah), dan nyeri pada dada.
- Gangguan saluran pencernaan seperti diare, muntah, turunnya berat badan dan gangguan perut.
Sarkoma Kaposi muncul akibat infeksi virus, dampaknya berupa resiko penyakit kanker atau tumor.
Penderita HIV yang terserang sarkoma kaposi akan diberi pengobatan untuk mencegah virus berlipat ganda dan juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dengan baiknya sistem kekebalan tubuh maka akan dapat menekan jumlah HHV-8 di dalam tubuh.
Jika kondisi penyakit sarkoma tidak banyak jumlahnya, dan ukurannya masih kecil maka beberapa prosedur medis yang mungkin dilakukan dokter, yaitu:
- Kemoterapi: Obat-obatan untuk menghambat atau menghentikan perkembangan sel kanker.
- Radioterapi: Terapi memakai sinar radiasi untuk menghancurkan sel kanker.
- Krioterapi: Terapi untuk membunuh sel kanker dengan cara membekukan area (jaringan) tubuh yang berada di dekat sekitar sel kanker.
Penderita hendaknya pergi ke dokter untuk berkonsultasi lebih lanjut tentang penyakit sarkoma Kaposi ini.
Komentar
Posting Komentar